Penanaman Konsep Ilahiah kepada Anak
Oleh: Amhar Riandini
(Mahasiswa STIQ ‘Isy Karima, Karanganyar, Jawa Tengah)
Putrapayaman -
Konsep Ilahiah merupakan konsep yang paling mendasar bagi setiap agama,
kemudian dari konsep Ilahiah inilah dijabarkan konsep-konsep lainnya
dalam agama, seperti konsep tentang manusia, kenabian, wahyu, dan
lain-lain. Oleh karena itu, mau tidak mau, setiap berbicara tentang
agama, yang pertama kali perlu dipahami adalah konsep Ilahiah-nya
terlebih dahulu.
Konsep
Ilahiah dalam Islam memiliki sifat yang khas tidak sama dengan konsepsi
Ilahiah dalam filsafat tradisi Yunani yang disebut sebagai unmoved mover,
ataupun konsepsi Ilahiah dalam Kristen dengan trinitasnya, atau agama
Budha dengan Sad-Sadha, atau Hindu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
atau Yahudi yang masih mempersoalkan nama Ilahiah mereka YHWH-kah atau
Yahweh.
Dalam
Islam, konsep Ilahiah sudah cukup jelas tertera dalam pondasi dasar
Islam, yaitu rukun Iman yang enam (iman kepada Allah, iman kepada para
malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada rasul Allah,
iman kepada hari akhir, dan iman kepada qodho’ dan qadar) dan rukun
Islam yang lima (syahadat, sholat, puasa, zakat, naik haji bila mampu),
sebagaimana hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Arba’in An-Nawawiyah-nya :
عن
أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت
رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول : بـني الإسـلام على خـمـس : شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقامة الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان
Dari
Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anhuma
berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas
lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah
secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa
pada bulan ramadhan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Dr. Adian Husaini, MA, keimanan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam adalah kunci utama dari seluruh aspek keimanan Islam, tidak ada Islam jika tidak ada keimanan terhadap kenabian Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Karena Allah menurunkan wahyu-Nya (Al-Qur’an) kepada utusan-Nya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam
itulah yang mengenalkan kepada kita umat Islam siapa Ilah kita dan
bagaimana cara beribadah kepada Allah. Melalui Nabi Muhammad juga kita
memahami wahyu Allah, dan beliau pula yang menjelaskan kepada umatnya
bagaimana cara shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya.
Umat
Islam tidak dapat mengenal nama Allah, sifat-sifat-Nya, dan cara
menyembah Allah dengan benar kecuali melalui utusan-Nya, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam.
Maka, syahadat Islam berbunyi: ”Saya bersaksi tidak ada Ilahiah selain
Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Tanpa beriman kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam
dan wahyu yang dibawanya, mungkin umat Islam hanya akan mengakui adanya
Ilah, dan mengakui bahwa Ilah itu satu, tanpa bisa mengenal siapa Ilah
itu, siapa Dia, siapa nama-Nya, bagaimana sifat-sifat-Nya, dan bagaimana
cara menyembah-Nya.
Konsep Ilahiah dalam Islam atau Aqidah Islamiyah
adalah pondasi yang harus dimiliki oleh orang yang beragama Islam. Akan
lebih baik jika konsep aqidah ini ditanamkan sejak masa kanak-kanak.
Mengapa harus kanak-kanak? Menurut Dr. Amani Ar-Ramadi masa kanak-kanak
adalah masa yang masih jernih pemikirinnya. Karenanya, pengarahan anak
untuk mengenal agama mendapatkan porsi yang masih luas dalam hatinya,
tempat tersendiri dalam pikirannya, dan sambutan oleh akalnya.
Selain
itu, anak adalah amanat Allah. Allah menitipkan amanat itu kepada orang
tua, pendidik, keluarga dan masyarakat untuk dididik dengan baik dan
benar. Atas amanat, tersebut mereka semua akan dimintai
pertanggung-jawaban dan akan dihisab atas kelalaian mereka dalam
pendidikannya. Begitu pula, mereka akan mendapatkan pahala jika berbuat
baik kepada anak-anak dan bertaqwa kepada Allah.[1]
Anak
merupakan pondasi yang paling mendasar bagi terbentuknya sebuah bangunan
umat. Apabila anak diletakkan dalam posisi yang benar, bangunannya
secara utuh akan bisa lurus. Pondasi dasar yang harus ditanamkan kepada
anak adalah pemahaman Aqidah, supaya anak bisa menjadi bangunan yang
terbentuk lurus. Imam Ghazali telah menekankan untuk memberikan
perhatian terhadap anak dan mendiktekannya sejak kecil agar ia bisa
tumbuh di atas aqidah itu.
Beliau
mengatakan, “Ketahuilah bahwa apa yang telah kami sebutkan dalam
menjelaskan aqidah seyogyanya diberikan kepada sang anak di awal
perkembangannya agar ia bisa menghafalkannya benar-benar, sehingga
makna-maknanya kelak di masa dewasa terus terungkap sedikit demi
sedikit”.[2]
Imam Ghazali juga menjelaskan dalam kitab Al-Ihyâ’ ‘Ulûm Ad-Dîn
cara menanamkan aqidah pada anak-anak. Beliau mengatakan, ”Cara
menamkan keyakinan ini bukanlah dengan mengajarkan keterampilan berdebat
dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukkan diri dengan
membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, membaca hadits dan makna-maknanya serta
sibuk dengan tugas ibadah.
Dengan
demikian, kepercayaan dan keyakinan anak akan terus bertambah kokoh
sejalan dengan semakin seringnya dalil-dalil Al-Qur’an yang didengar
olehnya dan juga sesuai dengan berbagai bukti dari hadits Nabi yang ia
telaah dan berbagai faedah yang bisa ia petik darinya. Ini ditambah lagi
oleh cahaya-cahaya ibadah dan amalan-amalan yang dikerjakannya yang
akan semakin memperkuat itu semua”.[3]
Cara
memahamkan aqidah kepada anak bisa dibilang gampang-gampang susah.
Aqidah Islamiyah dengan enam pokok keimanan, mempunyai keuniakan bahwa
kesemuanya itu merupakan perkara yang ghaib. Anak dengan berbagai
karakteristiknya yang khas, terkadang membuat banyak orang tua ataupun
pendidik kebingungan bagaimana ia mesti menyampaikannya kepada anak dan
bagaimana pula anak bisa dengan mudah berinteraksi dengan ini semua?
Bagaimana cara menjelaskannya kepada anak-anak agar lebih mudah
dipahami?
Sebelum menjelaskan konsep aqidah islamiyah,
sudah sepantasnya orang tua dan pendidik memahami terlebih dahulu
tentang konsep Ilahiah itu sendiri. Dan ketika anak mulai dikenalkan
dengan Ilah-nya, akan timbul berbagai macam pertanyaan dalam benaknya.
Orang tua dan pendidik harus berusaha menjelaskan menggunakan bahasa
yang mudah dipahami oleh anak-anak.
Selain
itu, orang tua ataupun pendidik dituntut untuk kreatif dalam menjelaskan
masalah aqidah ini agar lebih mudah dipahami. Misalnya cara mengenalkan
Allah kepada anak-anak, ketika mereka bertanya ‘Siapa Rabb-ku?’
jelaskan kepada mereka bahwa Rabb mereka adalah Allah yang telah
menciptakan, memelihara, menguasai, dan mengatur alam semesta ini.
Gunakan dalil dari Al-Qur’an supaya mereka lebih yakin, kalam Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Fatihah :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“ Segala puji bagi Allah, Ilahiah semesta alam.”
Lalu, ketika mereka bertanya ‘Dari mana engkau mengenal Rabb-mu?’ jelaskan kepada mereka bahwa mereka mengenal Rabb-nya
dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Seperti adanya malam, siang,
matahari, bulan, tujuh lapis langit, tujuh lapis bumi, berikut apa yang
ada di langit dan di bumi serta apa yang ada diantara keduanya. [4]
Kemudian
apabila anak-anak bertanya ‘Di mana Allah?’ jelaskan kepada mereka
bahwa Allah berada di atas langit, bersemayam tinggi dan naik di atas ‘Arsy.
Sayangnya,
banyak orang tua ataupun tenaga pendidik yang ketika ditanya ‘Di mana
Allah?’, kebanyakan dari mereka menjawab ‘Allah ada di atas’. Jawaban
yang abstrak apabila diberikan kepada anak-anak. Karena bisa jadi ketika
si anak berada di dalam rumahnya kemudian mendongakkan kepalanya ke
atas, berharap agar bisa melihat Allah –karena jawaban yang diberikan
kepadanya Allah itu ada di atas-. Ternyata si anak hanya menemukan cicak
yang sedang berburu nyamuk. Salah-salah anak tersebut mengira cicak
itulah Ilahhnya. Naudzubillah.
Dan
apabila mereka bertanya ‘Apa itu ‘Arsy?’, jelaskanlah bahwa ‘Arsy
adalah makhluk Allah yang paling besar, yang letaknya paling tinggi,
yang berada di atas langit ketujuh.[5] Sertakan dalil dari Al-Qur’an surat Thaahaa ayat 5 agar si anak bertambah yakin dan ajarkan untuk menghapalnya, yang berbunyi :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(yaitu) Ilah yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas 'Arsy.”
Anak-anak
adalah amanat Allah yang dititipkan kepada orang tua, pendidik,
keluarga, dan masyarakat untuk dididik dengan baik dan benar. Atas
amanat tersebut, mereka semua akan dimintai pertanggung-jawaban dan akan
dihisab atas kelalaian mereka dalam pendidikannya. Begitu pula, mereka
akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada anak-anak dan bertaqwa
kepada Allah. Oleh karena itu, penanaman konsep ke-Ilahiah-an dalam
Islam sebaiknya dimulai dari sejak kanak-kanak agar pendidikan anak yang
merupakan amanat dari Allah bisa dipertanggung-jawabkan dengan baik.
Wallahu ‘alam bishowab.
[1] Dr. Amani Ar-Ramadi, Pendidikan Cinta untuk Anak, (Solo:Aqwam, 2006), hlm.116
[2] Muhamad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, (Solo:Pustaka Arafah, 2004),hlm.112
[3] Loc. Cit., hlm.113
[4] Abu ‘Umar Ibrahim, Bimbingan Belajar untuk Anak-anak Islam:Buku Pelajaran Aqidah,(Hikmah Anak Sholih:2006), hlm.16
[5] Loc. Cit., hlm.15
Sumber: Voa-islam.com